Sabtu, 09 November 2013

ETOS KERJA DAN PROFESIONALISME GURU



A.    Pengertian Etos Kerja
Kata etos berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang mempunyai arti sebagai sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan tertentu. Dari kata etos terambil pula kata “etika” dan “etis” yang hampir mendekati kepada makna ahlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sempurna.[1]
Berdasarkan kamus Webster (2007), “etos” didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau institusi. Jadi, etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002). Banyak tokoh lain yang menyatakan defenisi dari etos kerja Salah satunya ialah Harsono dan Santoso (2006) yang menyatakan etos kerja sebagai semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu semangat kerja yang dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup mereka. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Dan dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, etos berarti watak dasar suatu masyarakat. Etos lebih lanjut diartikan sebagai kesanggupan memecahkan persoalan atau permasalahan yang dihadapi yang didalamnya terdapat cara pandang terhadap berbagai persoalan yang dihadapinya, misalnya cara pandang terhadap urusan dunia, pendidikan, pekerjaan dan yang lain-lain yang digeluti.[2]
Sedangkan secara istilah para ahli memberikan pengertian beragam. Menurut Frans  Magnis Suseno, etos adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh didalamnya termuat tekanan moral dan nilai-nilai moral tertentu. Clifford Gertez mengartikan etos sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Dengan demikian etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan.[3]
Istilah etos lebih lanjut diformulasikan oleh David C.Mc. Clelland dengan istilah virus mental  yang berupa dorongan untuk hidup sukses yang kemudian disingkat dalam istilah Need for Achievement yang berarti dorongan kebutuhan untuk meraih sukses atau prestasi yang lebih baik daripada sebelumnya. Clelland lebih lanjut menegaskan bahwa etos itu berhubungan erat dengan usaha atau tindakan untuk melakukan sesuatu secara lebih baik dari waktu ke waktu yang sudah dilakukan secara lebih efisien, lebih cepat, hemat, hemat tenaga dengan hasil yang memuaskan.
Adapun kerja menurut W.J.S Purwadarminta yaitu perbuatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan (diperbuat). Sedangkan menurut Toto Tasmara, kerja adalah semua aktifitas yang dilakukan karena adanya dorongan untuk mewujudkan sesuatu dan dilakukan karena kesengajaan sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas (Toto Tasmara, 2002, hlm 24-25)
Bekerja mempunyai tujuan mencapai hasil baik berupa benda, karya atau pelayanan kepada masyarakat. Pada manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai bukan hanya berkaitan dengan fisik saja, tetapi juga berhubungan dengan mental (jiwa) seperti pengakuan diri, kepuasan, prestasi, dan lain-lain.
Dari berbagai kutipan diatas kita dapat melihat bahwa kata etos dan kerja atau pekerjaan memiliki hubungan yang sangat erat. Kedua kata tersebut secara substansial mengandung arti pekerjaan. Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa etos kerja adalah semangat kerja yang terlihat dalam cara seseorang dalam menyikapi pekerjaan, motovasi yang melatar belakangi seseorang melakukan suatu pekerjaan. Dalam arti lain etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa/umat terhadap kerja.[4]
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa etos kerja guru adalah karakteristik yang khas yang ditunjukan seorang guru menyangkut semangat, dan kinerjanya dalam bekerja (mengajar), serta sikap dan pandangannya terhadap terhadap kerja. Etos kerja guru dalam pengertian lain yaitu sikap mental dan cara diri seorang guru dalam memandang, mempersepsi, menghayati sebuah nilai dari kerja.

B.     Ciri-ciri Etos Kerja
Untuk melihat apakah seseorang mempunyai etos kerja yang tinggi atau tidak dapat dilihat dari cara kerjanya. Keberhasilan peserta didik didukung oleh keteladan guru dalam berikap dan kebiasaannya dalam mengajar. Menurut Muhaimin, etos kerja seseorang yang tinggi dapat diketahui dari cara kerjanya yang memiliki tiga ciri dasar. Tiga ciri dasar tersebut yaitu: menjunjung mutu pekerjaan, menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.[5]
Sedangkan menurut Bachtiar Hasan dalam Alinda, etos kerja memiliki ciri-ciri, antara lain:
a.    Memiliki standar kemampuan dalam bidang profesional, yang diakui oleh kelompok atau organisasi profesi itu sendiri.
b.    Berdisiplin tinggi (taat kepada aturan dan ukuran kerja yang berlaku dalam profesi yang bersangkutan).
c.    Selalu berusaha meningkatkan kualitas dirinya, melalui pengalaman kerja dan melalui media pembelajaran lainnya.[6]

C.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Setiap guru harus memiliki etos kerja yang tinggi guna melahirkan berbagai prestasi yang bermanfaat bagi dirinya, siswa, dan masyarakat.
Di dalam melaksanakan pekerjaannya akan terlihat cara dan motivasi yang dimiliki seorang guru, apakah ia bekerja sungguh-sungguh atau tidak, bertanggung jawab atau tidak. Cara seorang menghayati dan melaksanakan pekerjaannya ditentukan oleh pandangan, harapan dan kebiasaan dalam kelompok kerjanya. Oleh karena itu etos kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh etos kerja kelompoknya. 
Adapun faktor yang dapat menunjang dan meningkatkan etos kerja guru, yaitu:
a.    Adanya tingkat kehidupan yang layak bagi guru.
b.    Adanya perlindungan dan ketentraman dalam bekerja.
c.    Adanya kondisi kerja yang menyenangkan.
d.   Pemberian kesempatan berpartisipasi dan keikutsertaan dalam menentukan kebijakan.
e.    Pengakuan dan penghargaan terhadap jasa yang dilakukan.
f.     Perlakuan yang adil dari atasan
g.    Sarana yang menunjang kebutuhan mental dan fisik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja guru dalam proses pembelajaran:
a.    Faktor personal meliputi skill, kemampuan, dan kepercayaan diri.
b.    Faktor kepemimpinan meliputi kualitas dalam memberikan semangat, dorongan, arahan, dan dukungan.
c.    Faktor sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan rekan dalam satu tim.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan etos kerja guru menurut William B. Cester dalam Whjo Sumidjo diantaranya; kesenjangan, pemberian penghargaan yang tidak efektif, ketiadaan otoritas, supervisi yang tidak seimbang, karir tidak fleksibel, keusangan personil, rekruitmen dan usaha seleksi yang tidak produktif, ketidakadilan pemberian tugas dan kesempatan promosi.[7]

D.    Hubungan Etos Kerja dengan Profesionalisme Guru
Etos kerja guru yaitu segenap motivasi dan kecerdasan yang menjadi sehimpun perilaku kerja yang positif, cara kerja yang profesional, serta budi pekerti luhur di dalam maupun di luar ruang kerja guru. [8] Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian pekerja yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian, etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku pekerja ke arah terwujud kualitas kerja yang ideal.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus dan memiliki sistem budaya yang mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi yang dilayani.[9] Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional, dan profesional berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok yang disebut profesi, artinya pekerjaan tersebut bukan pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka. Jika profesi diartikan sebagai pekerjaan dan isme sebagai pandangan hidup, maka profesionalisme dapat diartikan sebagai pandangan untuk selalu berfikir, berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan penuh dedikasi demi keberhasilan pekerjaannya.
Tugas utama guru adalah sebagai pendidik profesional dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 dalam Bab I, Pasal 1, Ayat (1) dikatakan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Edharmayati (2010), etos kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profesionalitas. Hubungan antara etos kerja dengan profesionalisme guru adalah berbanding lurus, sehingga apabila seorang guru memiliki etos kerja yang tinggi maka guru tersebut memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi pula. Dari hasil penelitian tersebut, penulis berasumsi bahwa etos kerja memiliki hubungan yang kuat terhadap kinerja, karena profesionalitas merupakan bagian dari kemampuan dan kemampuan merupakan komponen dari kinerja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuyun, dkk (2013) mengenai pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah dan etos kerja guru terhadap kinerja guru menghasilkan bahwa etos kerja guru berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru, sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan etos kerja guru juga akan menyebabkan tingginya kinerja guru, begitu pula sebaliknya apabila etos kerja guru menurun maka kinerja guru juga akan menurun. Etos kerja guru ini sangat berpengaruh terhadap kinerja guru itu sendiri karena etos kerja guru merupakan sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Etos kerja mempunyai dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi yang mampu mempengaruhi kinerja dari diri pribadi itu sendiri. Pada penelitian ini, dikarenakan nilai korelasi antara kinerja guru dengan etos kerja guru nilainya lebih besar daripada nilai korelasi kinerja guru dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah, maka variabel etos kerja lebih berpengaruh terhadap kinerja guru daripada variabel gaya kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini terjadi karena etos kerja guru lebih berhubungan dengan pribadi guru itu sendiri sehingga lebih mempengaruhi kinerja guru tersebut daripada gaya kepemimpinan kepala sekolah yang berlainan pihak dengan guru tersebut.
Jadi dari beberapa penelitian di atas, terdapat hubungan berbanding lurus antara etos kerja dengan profesionalisme guru dan kinerja guru. Sehingga apabila seorang guru memiliki etos kerja yang tinggi maka profesionalisme dan kinerja guru akan tinggi, begitupula sebaliknya.

E.     Kiat Meningkatkan Etos Kerja dan Profesionalisme Guru
Etos kerja guru dapat ditingkatkan terutama dengan adanya motor penggerak sekolah yaitu kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja guru. Adapun cara meningkatkan etos kerja guru yang dilakukan oleh kepala sekolah:
a.    Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
b.    Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu.
c.    Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru di sekolah.
d.   Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Alex Nitisemito, ada sebelas cara yang dilakukan untuk meningkatkan etos kerja, yaitu:
1.    Memberikan gaji/upah yang cukup
Jumlah gaji yang diberikan mempunyai pengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja. Semakin besar gaji yang diberikan guru-guru akan mendapat ketenangan dan semangat dalam melaksanakan tugasnya.
2.    Memperhatikan kebutuhan rohani
Selain kebutuhan gaji, kebutuhan rohani meliputi: kebutuhan untuk dihargai, berpatisipasi, ketentraman jiwa, beribadah dan lain-lain.
3.    Menciptakan suasana santai dan nyaman
Suasana kerja yang rutin sering menimbulkan ketegangan, kebosanan, dan kelelahan. Oleh karena itu hendaknya diciptakan suasana santai pada waktu tertentu, misalnya saat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan rekan sejawat.
4.    Memperhatikan harga diri
Menjaga harga diri guru salah satunya dengan mengajaknya berunding dalam menetapkan kebijakan. Selain itu, setiap guru diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang sesuai agar merasa dihargai.
5.    Menempatkan pada posisi yang tepat (sesuai bidangnya)
Posisi yang tepat atau sesuai dengan bidangnya akan membuat guru menjadi lebih menguasai materi dan situasi dalam mengajar.
6.    Memberikan kesempatan untuk maju
Pimpinan memberikan kesempatan dan memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi. Dukungan dari lingkungan sekitar juga dibutuhkan untuk kemajuan dan prestasi kelak.
7.    Memberikan rasa aman untuk menghadapi masa depan
Semangat dan gairah guru akan terpupuk jika mereka mempunyai perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka. Tunjangan kesehatan, maslahat tambahan, dan program pension dapat memberikan rasa aman kepada guru.
8.    Mengupayakan guru mempunyai loyalitas
Loyalitas guru terhadap sekolah dapat menimbulkan tanggung jawab dan menciptakan gairah dan semangat kerja.
9.    Ikut berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan
Dengan melibatkan guru dalam penetapan kebijakan di sekolah akan menimbulkan rasa tanggung jawab guru sehingga semangat dan kegairahan kerja meningkat.
10.  Memberikan intensif yang terarah
Pemberian intensif yang terarah dapat meningkatkan semangat seseorang dalam bekerja dan dengan demikian guru akan meningkatkan mutu kualitasnya dengan baik.
11.  Memberikan fasilitas yang memadai
Fasilitas yang memadai juga dapat memacu semangat dalam bekerja, walau baaimanapun fasilitas yang mendukung memberikan pengaruh terhadap sikap  guru dalam mengajar.[10]


[1] Toto Tasmara, Membudidayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), cet. 1, h. 15

[2] Abdulah Nata, Paradigma Pendidikan Islam: kapita selekta pendidikan islam, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 20
[3] Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Persfektif Tasawuf, (Bandung: Pustaka Nusantara, 2003, cet. 1, h. 1)
[4] Panji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet 3, h. 29
[5] Muhaimin, et al., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengeektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004) h. 114
[6] Alinda Oktafiani, Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Etos Kerja Guru di MAN Cibinong, Jakarta: Jurusan Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2010. Skripsi
[7] Whjo Sumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) h. 274
[8]Alinda Oktafiani, "Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Etos Kerja Guru Di MAN Cibinong", Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 21
[10] Alex Nitisemito, Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Grasindo, 2001) h. 102-108

6 komentar: