A. Pengertian
Etos Kerja
Kata etos
berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang mempunyai arti sebagai sikap,
kepribadian, watak, karakter serta keyakinan tertentu. Dari kata etos terambil
pula kata “etika” dan “etis” yang hampir mendekati kepada makna ahlak atau
nilai-nilai yang berkaitan dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos
tersebut terkandung gairah atau semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu
secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang
sempurna.[1]
Berdasarkan
kamus Webster (2007), “etos” didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi
sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau institusi. Jadi,
etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang
atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas
dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002). Banyak tokoh lain yang menyatakan
defenisi dari etos kerja Salah satunya ialah Harsono dan Santoso (2006) yang
menyatakan etos kerja sebagai semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai
atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukriyanto (2000)
yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu semangat kerja yang dimiliki oleh
masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup mereka.
Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos
adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Dan dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, etos
berarti watak dasar suatu masyarakat. Etos lebih lanjut diartikan sebagai
kesanggupan memecahkan persoalan atau permasalahan yang dihadapi yang
didalamnya terdapat cara pandang terhadap berbagai persoalan yang dihadapinya,
misalnya cara pandang terhadap urusan dunia, pendidikan, pekerjaan dan yang
lain-lain yang digeluti.[2]
Sedangkan
secara istilah para ahli memberikan pengertian beragam. Menurut Frans Magnis Suseno, etos adalah semangat dan sikap
batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh didalamnya termuat tekanan
moral dan nilai-nilai moral tertentu. Clifford Gertez mengartikan etos sebagai
sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Dengan
demikian etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut
ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun kehidupan
yang lebih baik di masa depan.[3]
Istilah etos
lebih lanjut diformulasikan oleh David C.Mc. Clelland dengan istilah virus mental yang berupa dorongan untuk hidup sukses yang
kemudian disingkat dalam istilah Need for
Achievement yang berarti dorongan kebutuhan untuk meraih sukses atau
prestasi yang lebih baik daripada sebelumnya. Clelland lebih lanjut menegaskan
bahwa etos itu berhubungan erat dengan usaha atau tindakan untuk melakukan
sesuatu secara lebih baik dari waktu ke waktu yang sudah dilakukan secara lebih
efisien, lebih cepat, hemat, hemat tenaga dengan hasil yang memuaskan.
Adapun kerja
menurut W.J.S Purwadarminta yaitu perbuatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang
dilakukan (diperbuat). Sedangkan menurut Toto Tasmara, kerja adalah semua
aktifitas yang dilakukan karena adanya dorongan untuk mewujudkan sesuatu dan
dilakukan karena kesengajaan sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar
untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas (Toto Tasmara, 2002, hlm
24-25)
Bekerja
mempunyai tujuan mencapai hasil baik berupa benda, karya atau pelayanan kepada
masyarakat. Pada manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya
membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai bukan
hanya berkaitan dengan fisik saja, tetapi juga berhubungan dengan mental (jiwa)
seperti pengakuan diri, kepuasan, prestasi, dan lain-lain.
Dari
berbagai kutipan diatas kita dapat melihat bahwa kata etos dan kerja atau pekerjaan
memiliki hubungan yang sangat erat. Kedua kata tersebut secara substansial
mengandung arti pekerjaan. Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa etos kerja adalah semangat kerja yang terlihat dalam cara seseorang dalam
menyikapi pekerjaan, motovasi yang melatar belakangi seseorang melakukan suatu
pekerjaan. Dalam arti lain etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu
bangsa/umat terhadap kerja.[4]
Berdasarkan
uraian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa etos kerja guru adalah karakteristik
yang khas yang ditunjukan seorang guru menyangkut semangat, dan kinerjanya
dalam bekerja (mengajar), serta sikap dan pandangannya terhadap terhadap kerja.
Etos kerja guru dalam pengertian lain yaitu sikap mental dan cara diri seorang
guru dalam memandang, mempersepsi, menghayati sebuah nilai dari kerja.
B. Ciri-ciri Etos Kerja
Untuk melihat apakah seseorang mempunyai
etos kerja yang tinggi atau tidak dapat dilihat dari cara kerjanya.
Keberhasilan peserta didik didukung oleh keteladan guru dalam berikap dan
kebiasaannya dalam mengajar. Menurut Muhaimin, etos kerja seseorang yang tinggi
dapat diketahui dari cara kerjanya yang memiliki tiga ciri dasar. Tiga ciri
dasar tersebut yaitu: menjunjung mutu pekerjaan, menjaga harga diri dalam
melaksanakan pekerjaan, dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.[5]
Sedangkan menurut Bachtiar Hasan dalam Alinda, etos kerja memiliki
ciri-ciri, antara lain:
a. Memiliki
standar kemampuan dalam bidang profesional, yang diakui oleh kelompok atau
organisasi profesi itu sendiri.
b. Berdisiplin
tinggi (taat kepada aturan dan ukuran kerja yang berlaku dalam profesi yang
bersangkutan).
c. Selalu
berusaha meningkatkan kualitas dirinya, melalui pengalaman kerja dan melalui
media pembelajaran lainnya.[6]
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Etos Kerja
Guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Setiap guru harus memiliki etos
kerja yang tinggi guna melahirkan berbagai prestasi yang bermanfaat bagi
dirinya, siswa, dan masyarakat.
Di dalam melaksanakan pekerjaannya akan terlihat
cara dan motivasi yang dimiliki seorang guru, apakah ia bekerja sungguh-sungguh
atau tidak, bertanggung jawab atau tidak. Cara seorang menghayati dan
melaksanakan pekerjaannya ditentukan oleh pandangan, harapan dan kebiasaan
dalam kelompok kerjanya. Oleh karena itu etos kerja seseorang dapat dipengaruhi
oleh etos kerja kelompoknya.
Adapun faktor yang dapat menunjang dan meningkatkan
etos kerja guru, yaitu:
a. Adanya
tingkat kehidupan yang layak bagi guru.
b. Adanya
perlindungan dan ketentraman dalam bekerja.
c. Adanya
kondisi kerja yang menyenangkan.
d. Pemberian
kesempatan berpartisipasi dan keikutsertaan dalam menentukan kebijakan.
e. Pengakuan
dan penghargaan terhadap jasa yang dilakukan.
f. Perlakuan
yang adil dari atasan
g. Sarana
yang menunjang kebutuhan mental dan fisik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja guru
dalam proses pembelajaran:
a. Faktor
personal meliputi skill, kemampuan, dan kepercayaan diri.
b. Faktor
kepemimpinan meliputi kualitas dalam memberikan semangat, dorongan, arahan, dan
dukungan.
c. Faktor
sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan
rekan dalam satu tim.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan etos
kerja guru menurut William B. Cester dalam
Whjo Sumidjo diantaranya; kesenjangan, pemberian penghargaan yang tidak
efektif, ketiadaan otoritas, supervisi yang tidak seimbang, karir tidak
fleksibel, keusangan personil, rekruitmen dan usaha seleksi yang tidak
produktif, ketidakadilan pemberian tugas dan kesempatan promosi.[7]
D. Hubungan Etos Kerja dengan Profesionalisme Guru
Etos
kerja guru yaitu segenap motivasi dan kecerdasan yang menjadi sehimpun perilaku
kerja yang positif, cara kerja yang profesional, serta budi pekerti luhur di
dalam maupun di luar ruang kerja guru. [8]
Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian pekerja yang tercermin
melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan
demikian, etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan
mengendalikan perilaku pekerja ke arah terwujud kualitas kerja yang ideal.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus dan memiliki sistem budaya
yang mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi yang dilayani.[9]
Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional, dan profesional
berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok yang disebut profesi, artinya
pekerjaan tersebut bukan pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka. Jika
profesi diartikan sebagai pekerjaan dan isme sebagai pandangan hidup, maka
profesionalisme dapat diartikan sebagai pandangan untuk selalu berfikir,
berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, kerja keras, bekerja
sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan penuh dedikasi demi
keberhasilan pekerjaannya.
Tugas
utama guru adalah sebagai pendidik profesional dalam Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 dalam Bab I, Pasal 1, Ayat (1) dikatakan bahwa: Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Edharmayati (2010), etos kerja
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profesionalitas. Hubungan antara
etos kerja dengan profesionalisme guru adalah berbanding lurus, sehingga
apabila seorang guru memiliki etos kerja yang tinggi maka guru tersebut
memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi pula. Dari hasil penelitian
tersebut, penulis berasumsi bahwa etos kerja memiliki hubungan yang kuat
terhadap kinerja, karena profesionalitas merupakan bagian dari kemampuan dan
kemampuan merupakan komponen dari kinerja.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Yuyun, dkk (2013) mengenai pengaruh gaya
kepemimpinan kepala sekolah dan etos kerja guru terhadap kinerja guru
menghasilkan bahwa etos kerja guru berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja guru, sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan etos kerja guru juga
akan menyebabkan tingginya kinerja guru, begitu pula sebaliknya apabila etos
kerja guru menurun maka kinerja guru juga akan menurun. Etos kerja guru ini
sangat berpengaruh terhadap kinerja guru itu sendiri karena etos kerja guru
merupakan sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari
oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Etos kerja mempunyai dasar
dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja
masing-masing pribadi yang mampu mempengaruhi kinerja dari diri pribadi itu
sendiri. Pada penelitian ini, dikarenakan nilai korelasi antara kinerja guru
dengan etos kerja guru nilainya lebih besar daripada nilai korelasi kinerja
guru dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah, maka variabel etos kerja lebih
berpengaruh terhadap kinerja guru daripada variabel gaya kepemimpinan kepala
sekolah. Hal ini terjadi karena etos kerja guru lebih berhubungan dengan
pribadi guru itu sendiri sehingga lebih mempengaruhi kinerja guru tersebut
daripada gaya kepemimpinan kepala sekolah yang berlainan pihak dengan guru
tersebut.
Jadi
dari beberapa penelitian di atas, terdapat hubungan berbanding lurus antara
etos kerja dengan profesionalisme guru dan kinerja guru. Sehingga apabila
seorang guru memiliki etos kerja yang tinggi maka profesionalisme dan kinerja
guru akan tinggi, begitupula sebaliknya.
E. Kiat Meningkatkan Etos Kerja dan
Profesionalisme Guru
Etos kerja guru dapat ditingkatkan
terutama dengan adanya motor penggerak sekolah yaitu kepala sekolah. Kepala sekolah
dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja guru. Adapun cara
meningkatkan etos kerja guru yang dilakukan oleh kepala sekolah:
a. Mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar, dan produktif.
b. Dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu.
c. Berhasil
menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru di
sekolah.
d. Berhasil
mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Sedangkan menurut Alex Nitisemito, ada sebelas cara
yang dilakukan untuk meningkatkan etos kerja, yaitu:
1. Memberikan
gaji/upah yang cukup
Jumlah
gaji yang diberikan mempunyai pengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja.
Semakin besar gaji yang diberikan guru-guru akan mendapat ketenangan dan
semangat dalam melaksanakan tugasnya.
2. Memperhatikan
kebutuhan rohani
Selain
kebutuhan gaji, kebutuhan rohani meliputi: kebutuhan untuk dihargai,
berpatisipasi, ketentraman jiwa, beribadah dan lain-lain.
3. Menciptakan
suasana santai dan nyaman
Suasana
kerja yang rutin sering menimbulkan ketegangan, kebosanan, dan kelelahan. Oleh
karena itu hendaknya diciptakan suasana santai pada waktu tertentu, misalnya
saat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan rekan sejawat.
4. Memperhatikan
harga diri
Menjaga
harga diri guru salah satunya dengan mengajaknya berunding dalam menetapkan
kebijakan. Selain itu, setiap guru diberikan kepercayaan dan tanggung jawab
yang sesuai agar merasa dihargai.
5. Menempatkan
pada posisi yang tepat (sesuai bidangnya)
Posisi
yang tepat atau sesuai dengan bidangnya akan membuat guru menjadi lebih
menguasai materi dan situasi dalam mengajar.
6. Memberikan
kesempatan untuk maju
Pimpinan
memberikan kesempatan dan memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi.
Dukungan dari lingkungan sekitar juga dibutuhkan untuk kemajuan dan prestasi
kelak.
7. Memberikan
rasa aman untuk menghadapi masa depan
Semangat
dan gairah guru akan terpupuk jika mereka mempunyai perasaan aman terhadap masa
depan profesi mereka. Tunjangan kesehatan, maslahat tambahan, dan program
pension dapat memberikan rasa aman kepada guru.
8. Mengupayakan
guru mempunyai loyalitas
Loyalitas
guru terhadap sekolah dapat menimbulkan tanggung jawab dan menciptakan gairah
dan semangat kerja.
9. Ikut
berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan
Dengan
melibatkan guru dalam penetapan kebijakan di sekolah akan menimbulkan rasa
tanggung jawab guru sehingga semangat dan kegairahan kerja meningkat.
10. Memberikan
intensif yang terarah
Pemberian
intensif yang terarah dapat meningkatkan semangat seseorang dalam bekerja dan
dengan demikian guru akan meningkatkan mutu kualitasnya dengan baik.
11. Memberikan
fasilitas yang memadai
Fasilitas yang
memadai juga dapat memacu semangat dalam bekerja, walau baaimanapun fasilitas
yang mendukung memberikan pengaruh terhadap sikap guru dalam mengajar.[10]
[1] Toto Tasmara, Membudidayakan Etos Kerja Islami,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), cet. 1, h. 15
[2] Abdulah Nata, Paradigma Pendidikan Islam: kapita selekta
pendidikan islam, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 20
[3] Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Persfektif
Tasawuf, (Bandung: Pustaka Nusantara, 2003, cet. 1, h. 1)
[4] Panji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta,
2001), cet 3, h. 29
[5]
Muhaimin, et al., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengeektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2004) h. 114
[6]
Alinda Oktafiani, Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
dengan Etos Kerja Guru di MAN Cibinong, Jakarta: Jurusan Manajemen
Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2010. Skripsi
[7]
Whjo Sumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002) h. 274
[8]Alinda Oktafiani, "Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Etos Kerja Guru Di MAN
Cibinong", Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta:
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 21
[9]Cepi Triatna, BAB II KAJIAN PUSTAKA, h. 11 diakses dari
[10]
Alex Nitisemito, Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya
Manusia, (Jakarta: Grasindo, 2001) h. 102-108
Alhamdulillah bermanfaat :)
BalasHapussyukron jazilan
BalasHapusmakasih
BalasHapusbukan yang ku cari, tapi blog nya bagus... Thanks yah :D
BalasHapusterimakasih...., isinya bagus....
BalasHapus😊isinya memotivasi, terimakasih
BalasHapus