Jumat, 08 November 2013

JENIS-JENIS LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DAN MADRASAH



1.      Jenis-Jenis Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah dan Madrasah
A.    Layanan Orientasi
1.      Makana layanan orientasi
Menurut Prayitno (2004) orientasi berarti tatapan ke depan ke arah dan tentang sesutu yang baru. Berdasarkan arti ini, layanan orientasi bisa bermakna suatu layanan terhadap siswa baik di sekolah maupun di madrasah yang berkenaan dengan tatapan ke depan ke  arah dan tentang sesuatu yang baru.[1]
Situasi atau lingkungan yang baru bagi individu merupakan sesuatu yang “ asing”. Dalam kondisi keterasingan individu akan mengalami kesulitan untuk bersosialisasi. Dengan perkataan lain individu akan sulit melakukan hal-hal yang sesuai dengan tuntutan lingkungan. Ketidak mampuan bersosialisasi juga menimbulkan perilaku mal adaptif (perilku menyimpang) bagi individu. Layanan orientasi berusaha menjembatani kesenjangan antara individu dengan suasana atupun objek-objek baru. Layanan ini juga akan mengantarkan individu (siswa) memasuki suasana ataupun objek baru agar ia dapat mengambil manfaat berkenaan dengan situasi atau objek yang baru tersebut.
2.      Tujuan layanan orientasi
Layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi baru. Dengan perkataan lain agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai sumber yang ada pada suasana atau lingkungan baru tersebut. Layanan ini juga akan mengantarkan individu untuk memasuki suasana atau lingkungan baru.
Secara lebih khusus, tujuan layanan orientasi berkenaan dengan fungsi-fungsi tertentu pelayanan bimbingan dan konseling. Dilihat dari fungsi pemahaman, layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar memiliki pemahaman tentang berbagai hal yang penting dari suasana yang dijumpainya. Hal-hal yang baru dijumpai di olah oleh individu, dan digunakan untuk sesuatu yang menguntungkan.
Dilihat dari fungsi pencegahan, layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar terhindar dari hal-hal negatif yang dapat timbul apabila individu tidak memahami situasi atau lingkungan yang baru. Dilihat dari fungsi pengembangan, apabila individu mampu menyesuaikan diri secara baik dan mampu memanfaatkan secara konstruktif sumber-sumber yang ada pada situasi yang baru, maka individu akan dapat mengembangkan dan memlihara potensi dirinya. Pemahaman tentang situasi yang baru dan kemampuan konstruktif memasuki suasana baru, merupakan jalan bagi pengentasan dan dalam membela hak-hak pribadi sendiri (Fungsi Advokasi). Lihat Priyatno (2004).
3.      Isi Layanan Orientasi [2]
Isi layanan orientasi adalah berbagai hal berkenaan dengan suasana, lingkungan, dan objek-objek yang baru bagi individu. Hal-hal tersebut melingkupi bidang-bidang: (a) pengembangan pribadi, (b) pengembangan hubungan sosial, (c) pengembangan kegiatan belajar, (d) pengembangan karier, (e) pengembangan kehidupan berkeluarga, dan (f) pengembangan kehidupan beragama.
4.      Teknik Layanan Orientasi
Proses layanan orientasi mulai dari perencanaan hingga akhir bisa dilaksanakan melalui berbagai teknik dalam format lapangan, klasikal, kelompok, individual, dan politik.
Pertama, format lapangan. Format ini ditempuh apabila peserta layanan (siswa) melakukan kegiatan ke luar kelas atau ruangan dalam rangka mengakses objek-objek tertentu yang menjadi isi layanan. Melalui format ini, peserta (siswa) mengunjungi objek-objek yang dimaksud. Bagi siswa baru di sekolah dan madrasah, format ini biasanya dilakukan dimana siswa mengunjungi objek-objek tertentu seperti perpustakaan, laboratorium, dan lain sebagainya.
Kedua, format klasikal. Dengan format ini, kegiatan layanan orientasi dilaksanakan di dalam kelas atau ruangan. Objek-objek yang menjadi isi layanan di bawa ke dalam kelas (ruangan) dalam bentuk contoh-contoh, ilustrasi melalui gambar, films, tampilan video, dan lain sebagainya. Isi layanan disajikan, dispersepsi, dicermati, didiskusikan, diperlakukan secara bebas dan terbuka.
Ketiga, format kelompok. Secara umum polanya sama dengan format klasikal, yaitu dilakukan secara berkelompok dan terdiri atas sejumlah peserta yang terbatas, misalnya lima sampai delapan orang. Melalui format ini lebih memungkinkan dilakukannya akses yang lebih intensif terhadap objek layanan. Selain itu, layanan ini juga dapat memanfaatkan dinamika kelompok sehingga hasil layanan dapat lebih optimal.[3]
Keempat, format individual. Berbeda dengan format kelompok, format ini merupakan format khusus dilakukan terhadap individu-individu tertentu. Isi layanan juga bersifat khusus disesuaikan dengan kebutuhan individu yang bersangkutan.
Kelima,format politik. Dengan format ini, konselor atau pembimbing berupaya menghubungkan dan mengaktifkan pihak-pihak di luar peserta layanan untuk memberikan dukungan dan fasilitas yang memudahkan pelaksanaan layanan dan menguntungkan peserta layanan. Pihak-pihak yang dihubungi tentu yang terkait dengan isi layanan.
Oleh karena itu, masalah-masalah yang dihadapi individu beragam, maka layanan orientasi bisa mengombinasikan format-format di atas. Misalnya format politik dilaksanakan dalam perencanaan dan persiapan layanan dan bahkan juga selama pelaksanaannya. Format lapangan bisa dikombinnasikan dengan format klasikal bahkan format kelompok. Selain itu, format individual dapat merupakan tindak lanjut dari format layanan klasikal atau format kelompok.
Dengan format di atas, layanan orientasi bisa dilaksanakan dengan teknik-teknik: pertama, penyajian, yaitu melalui ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Kedua, pengamatan yaitu melihat langsung objek-objek yang terkait dengan isi layanan. Ketiga, partisipasi, yaitu dengan melibatkan diri secara langsung dalam susana dan kegiatan, mencoba, dan mengalami sendiri. Keempat, studi dokumentasi, yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai dokumen yang terkait. Kelima, kontemplasi, yaitu dengan memikirkan dan merenungkan secara mendalam tentang berbagai hal yang menjadi isi layanan. Teknik-teknik tersebut di atas dilakukan oleh konselor, penyaji, nara sumber, dan peserta layanan sesuai dengan peran masing-masing.
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Orientasi[4]
Kegiatan pendukung layanan orientasi dapat berupa: pertama, aplikasi instrumental dan himpunan data. Pengungkapan masalah individu melalui instrumen tertentu, misalnya tes dapat menjadi bahan pertimbangan untuk layanan orientasi terutama untuk menetapkan isi layanan dan sekaligus individu yang akan menajdi peserta layanan; begitu juga halnya himpunan data. Kedua, konferensi kasus. Konferensi kasus harus dapat diarahkan untuk mengidentifikasi hal-hal apa saja yang perlu dijadikan fokus atau isi layanan. Dalam konferensi kasus dapat juga langsung dibicarakan siapa peserta layanan dan aspek-aspek teknisnya. konferensi  kasus dapat melibatkan pihak-pihak seperti konselor, kepala sekolah dan wakilnya, wali kelas, guru-guru tertentu, bahkan orang tua siswa juga bisa dilibatkan. Ketiga, kunjungan rumah. Untuk hal-hal tertentu apabila memang apabila memang diperlukan, konselor (pembimbing) bisa melakukan kunjungan rumah untuk lebih mendalami data siswa atau untuk kroscek data sesuai dengan kebutuhan layanan. Keempat, alih tangan kasus. Kegiatan ini dilaksanakan apabila keadaan kurang terpenuhinya kebutuhan peserta layanan (siswa) oleh konselor, terutama kebutuhan di luar kewenangan konselor.
6.      Pelaksanaan Layanan Orientasi
Proses atau tahap layanan orientasi adalah sebagai berikut, pertama,perencanaa. Pada tahap ini ,hal-hal yang dilakukan adalah; (a) menetapkan objek orientasi yang akan dijadikan isi layanan, (b) menetapkan peserta layanan, (c) menetapkan jenis kegiatan, termasuk format kegiatan, (d) menyiapkan fasilitas termasuk penyaji, nara sumber, dan media (e) menyiapkan kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah: (a) mengorganisasikan kegiatan layanan, (b) mengimplementasikan pendekatan tertentu termasuk implementasi format layanan dan penggunaan media.
Ketiga,evaluasi. Hal-hal yang dilakukan adalah: (a) menetapkan materi evaluasi, (b) menetapkan prosedur evaluasi, (c) menyusun instrumen evaluasi, dan (e) mengolah hasil aplikasi instrumen.
Keempat, analisis hasil evaluasi. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) menetapkan standar analisis, (b) melakukan analisis, (c) menafsirkan hasil analisis.
Kelima,tindak lanjut. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, (b) mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada berbagai pihak yang terkait, (c) melaksanakan rencana tindak lanjut.[5]
Keenam, laporan. Meliputi : penyusun laporan layanan orientasi, (b) mmenyampaikan laporan kepada pihak-pihak terkait (kepala sekolah atau madrasah), (c) mendokumentasikan laporan layanan.

A.    Layanan Informasi (information)
1.      Makna Layanan Informasi
Menurut Winkel (1991) layanan informasi merupakan suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka perlukan. Layanan informasi juga bermakna usaha-usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan serta pemahaman tentang lingkungan hidupnya dan tentang proses perkembangan anak muda.
Dalam menjalani kehidupan dan perkembangan dirinya, individu memerlukan berbagai informasi baik untuk keperluan kehidupannya seahri-hari, sekarang, maupun untuk perencanaanya kehidupannya  di masa depan, akibat tidak menguasai dan tidak mampu mengakses informasi. Melalui layanan bimbingan dan konseling individu dibantu memperoleh atau mengakses informasi.
2.      Tujuan Layanan Informasi
Layanan informasi bertujuan agar individu (siswa) mengetahui menguasai informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan perkembangan dirinya. Selain itu, apabila merujuk kepada fungsi pemahaman, layanan informasi bertujuan agar individu memahami berbagai informasi dengan segala seluk beluknya. Penguasaan akan berbagai informasi dapat digunakan untuk mencegah timbulnya masalah, pemecahan suatu masalah, untuk memelihara dan mengembangkan potensi individu serta memungkinkan individu (peserta layanan) yang bersangkutan membuka diri dalam mengaktualisasikan hak-haknya.
Layanan informasi juga bertujuan untuk pengembangan kemandirian. Pemahaman dan penguasaan individu terhadap informasi yang diperlukannnya akan memungkinkan individu: (a) mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya secara objektif, positif, dan dinamis, (b) mengambil keputusan, (c) mengarahkan diri untuk kegiatan-kegiatan yang berguna sesuai dengan keputusan yang di ambil, dan (d) mengaktualisasikan secara terintegrasi.
3.      Isi Layanan Informasi
Jenis-jenis inforamsi yang menjadi isi layanan ini bervarisi. Demikian juga keluasan dan kedalamannya. Hal itu tergantung kepada kebutuhan para peserta layanan (tergantung kebutuhan siswa). Informasi yang menjadi isi layanan harus mencakup seluruh bidang pelayanan bimbingan dan konseling sperti tersebut di atas yaitu: bidang pengembangan pribadi, bidang pengembangan sosial,  bidang pengembangan kegiatan belajar, perencanaan karier, kehidupan berkeluarga, dan kehidupan beragama.[1]
Secara lebih rinci, informasi yang menjadi isi layanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah adalah pertama, informasi tentang perkembangan diri. Kedua, informasi tentang hubungan pribadi, sosial, nilai-nilai (values) dan moral. Ketiga, informasi tentang pendidikan kegiatan belajar, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, keempat, informasi tentang dunia karier dan ekonomi. Kelima, informasi tentang sosial budaya, politik, dan kewarganegaraan. Keenam, informasi tenatng kehidupan berkeluarga. Ketujuh, informamsi tentang agama dan kehidupan beragama beserta seluk beluknya.
4.      Teknik Layanan Inforamsi
Layanan inforamsi dapat diselenggarakan secara langsung dan terbuka oleh pembimbing atau konselor kepada seluruh siswa di sekolah madrasah. Berbagai teknik dan media yang bervariasi serta fleksibel dapat digunakan melalui format klasikal dan kelompok. Format mana yang akan digunakan tentu tergantung jenis informasi dan karakteristik peserta layanan. Beberapa teknik yang biasa digunakan untuk layanan informasi adalah:[2]
Pertama, ceramah, tanya jawab dan diskusi. Teknik ini paling umum digunakan dalam penyampaian informasi dalam berbagai kegiatan termasuk pelayanan bimbingan dan konseling. Melalui teknik ini, para peserta mendengarkan atau menerima ceramah dari pembimbing (konselor), selanjutnya diikuti dengan tanya jawab. Untuk pendalamannya dilakukan diskusi.
Kedua, melalui media. Penyampaian informasi bisa dilakukan melalui media tertentu seperti alat peraga, media tertulis, media gambar, poster, dan media elektronik seperti radio, tape recorder, film, televisi, internet, dan lain-lain. Dengan perkataan lain, penyampaian informasi bisa melalui media nonelektronik dan elektronik.
Ketiga, acara khusus. Layanan informasi melalui cara ini dilakukan berkenaan dengan acara khusus di sekolah atau madrasah; misalnya “ hari tanpa Asap Rokok”, “ Hari Kebersihan Lingkungan Hidup,” dan lain sebagainnya. Dalam acara hari tersebut, disampaikan berbagai informasi berkaitan dengan hari-hari tersebut dan dilakukan berbagai kegiatan yang terkait yang diikuti oleh sebagaian atau seluruh siswa di sekolah atau madrasah di mana kegiatan itu dilaksanakan.
Keempat, nara sumber. Layanan informasi juga bisa diberiakn kepada peserta layanan dengan mengundang narasumber (manusia sumber). Misalnya informasi tentang obat-obatan terlarang, psikotropika dan narkoba mengundang nara sumber dari Dinas Kesehatan, kepolisian, dan lain-lain yang terkait. Dengan demikian, informasi tidak menjadi monopoli konselor (pembimbing). Dengan perkataan lain tidak semua informasi diketahui oleh pembimbing, harus didatangkan atau diundang pihak lain yang mengetahui. Pihak-pihak mana yang akan diundang tentu disesuaikan dengan jenis informasi yang akan diberikan.
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Informasi
Beberapa kegiatan pendukung layanan informasi adalah pertama, aplikasi instrumentasi dan himpunan data. Kedua, konferensi kasus. Ketiga, kunjungan rumah. Keempat, alih tangan kasus.[3]
Pertama, aplikasi instrumen dan himpunan data, instrumen untuk layanan informasi bisa disusun sendiri oleh pembimbing atau memanfaatkan instrument yang telah ada. Data hasil aplikasi instrument yang telah ada, termasuk data yang tercantum dalam himpunan data dapat dipergunakan untuk: (a) menetapkan informasi yang menjadi isi layanan informasi, (b) menetapkan calon peserta layanan, dan (c) menetapkan calon penyaji termasuk nara sumber yang akan diundang.
Kedua,konferensi kasus. Konferensi kasus dihadiri oleh steakholders sekolah dan madrasah seperti kepala sekolah dan wakilnya, pembimbing, guru, wali kelas, orang tua, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terkait. Melalui konferensi kasus dapat dibicarakan berbagai aspek penyelenggaraan layanan informasi yang mencakup: (a) informasi yang dibutuhkan oleh subjek layanan, (b) subjrk calon peserta layanan, (c) penyaji layanan (termasuk nara sumber), (d) waktu dan tempat layanan, (e) rencana operasional.
Ketiga, kunjungan rumah. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui pendapat orang tua dan kondisi kehidupan keluarga terkait dengan penguasaan informasi tertentu oleh anak atau anggota keluarga lainnya. Melalui kunjungan rumah, konselor atau pembimbing dapat menetapkan informasi yang akan diikuti oleh siswa atau anggota keluarga yang bersangkutan serta meminta dukungan dan pasrtisipasi orang tua dalam pemberian layanan. Apabila sulit melakukan kunjungan rumah, bisa dilakukan dengan mengundang orang tua ke sekolah baik secara perorangan atau kelompok untuk berdsikusi dengan pembimbing (konselor) atau menghadiri konferensi kasus yang membahas layanan informasi.
Keempat, alih tugas kasus. Setelah mengikut layanan informasi, mungkin ada di antara peserta (siswa) yang ingin mendalami informasi tertentu atau mengaitkan secara khusus informasi yang telah diterimanya dengan permasalahan yang dialaminya. Untuk itu diperlukan upaya lanjut. Keinginan tersebut dapat diupayakan pemenuhannya oleh konselor. Apabila keinginan yang diamksud berada di luar kewenangan konselor, maka upaya alih tugas kasus perlu dilakukan. Pembimbing (konselor) mengatur pelaksanaan alih tugas kasus tersebut bersama peserta (siswa) yang menghendaki upaya tersebut.
6.      Pelaksanaan Layanan Inforamsi
Pelaksanaan layanan informasi menempuh tahapan-tahapan sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup kegiatan: (a) identifikasi kebutuhan akan informasi bagi calon peserta layanan; (b) menetapkan materi inforamsi sebagai isi layanan; (c) menetapkan subjek sasaran layanan; (d) menetapkan nara sumber; (e) menyiapkan prosedur, perangkat, dan media layanan; dan (f) menyiapkan kelengkapan administrasi.[4]
Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan: (a) mengorganisasikan kegiatan layanan, (b) mengaktifkan peserta layanan, dan (c) mengoptimalkan penggunaan metode dan media.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan materi evaluasi, (b) menetapkan prosedur evaluasi, (c) menyusun instrumen evaluasi, (d) mengaplikasikan instrumen evaluasi, dan (e) mengolah hasil aplikasi instrumen.
Keempat, analisis hasil evaluasi yang mencakaup kegiatan: (a) menetapkan norma atau satandar evaluasi, (b) melakukan analisis, dan (c) menafsirkan hasil analisis.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, (b) mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait, dan (c) melaksanakan rencana tindak lanjut.
Keenam, pelaporan yang mencakup kegiatan: (a) menyusun laporan layanan informasi, (b) menyampaikan laporan kepada pihak terkait (kepala sekolah atau madrasah), dan (c) mendokumentasikan laporan.
B.     Layanan Penempatan dan Penyaluran
1.      Makna Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan adalah usaha-usaha membantu siswa merencanakan masa depannya selama masih disekolah dan madrasah dan sesudah tamat, memilih program studi lanjutan sebagai persiapan utuk kelak memangku jabatan tertentu (lihat Winkel, 1991).[5]
Individu dalam proses perkembangannya sering dihadapkan pada kondisi yang di satu sisi serasi atau (kondusif) mendukung perkembangannya dan disisi lain kurang serasi atau kurang mendukung (mismatch). Kondisi mismatch berpotensi menimbulkan masalah pada individu (siswa). Oleh sebab itu, layanan penempatan dan penyaluran diupayakan untuk membantu ndividu yanag mengalami mismatch. Layanan ini berusaha meminimalisasikan kondisi mismatch yang terjadi pada individu sehingga individu dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Di tempat yang cocok dan serasi serta kondusif diharapkan individu dapat mengembangkan diri secara optimal.
2.      Tujuan Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran bertujuan supaya siswa bisa menempatkan diri dalam program studi akademik dan lingkup kegiatan nonakademik yang menunjang perkembangannya serta semakin merealisasikan rencana masa depan (Winkel, 1991). Dengan perkataan lain layanan penempatan dan penyaluran bertujuan agar siswa memperoleh tempat yang sesuai untuk pengembangan potensi dirinya. Tempat yang dimaksud adalah lingkungan baik fisik maupun psikis atau lingkungan sosio emosional termasuk lingkungan budaya yang secara langsung berpengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan siswa (Lihat Prayitno, 2004).
Merujuk kepada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang mencerminkan tujuan secara lebih khusus, tujuan layanan penempatan dan penyaluran adalah sebagai berikut: pertama,  fungsi pemahaman. Merujuk kepada fungsi ini, tujuan layanan penempatan dan penyaluran adalah agar siswa memahami potensi dan kondisi dirinya sendiri serta kondisi lingkungannya.
Kedua, fungsi pencegahan. Merujuk kepada fungsi ini, tujuan layanan penempatan dan penyaluran adalah untuk mencegah semakin parahnya masalah, hambatan dan kerugian yang dialami individu (siswa). Atau mencegah berlarut-larutnya masalah yang dialami individu.
Ketiga, fungsi pengentasan. Merujuk kepada fungsi ini, tujuan layanan penempatan dan penyaluran adalah untuk mengangkat individu dari kondisi yang tidak baik kepada kondisi yang lebih baik. Fungsi ini berkaitan dengan fungsi pencegahan di mana layanan ini berupaya mengatasi masalah siswa dengan menempatkannya pada kondisi yang sesuai (kondusif) dengan kebutuhannya. Apabila upaya ini berhasil, maka fungsi pencegahan akan tercapai.[6]
Keempat, fungsi pengembangan dan pemeliharaan. Merujuk kepada fungsi ini, maka tujuan layanan penempatan dan penyaluran adalah untuk mengembangkan potensi-potensi individu dan memeliharanya dari hal-hal yang dapat menghambat dan merugikan perkembangannya. Dan seterusnya sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah dikemukakan pada bab terdahulu.
3.      Isi Layanan Penempatan dan Penyaluran
Isi layanan penempatan dan penyaluran meliputi dua sisi, yaitu sisi potensi diri siswa itu sendiri dan sisi lingkungan siswa, pertama, sisi potensi siswa sendiri, mencakup: (a) potensi inteligensi, bakat, minat, dan kecenderungan-kecenderungan pribadi, (b) kondisi psikofisik seperti terlalu banyak bergerak (hiper aktif), cepat lelah, alergi terhadap kondisi lingkungan terntentu, (c) kemampuan berkomunikasi dan kondisi hubungan sosial, (d) kemampuan panca indra, dan (e) kondisi fisik seperti jenis kelamin, ukuran badan,dan keadaan jasmaniah lainnya. Kedua, kondisi lingkungan; mencakup: (a) kondisi fisik, kelengkapan dan tata letak serta susunannya, (b) kondisi udara dan cahaya, (c) kondisi hubungan sosio emosional, (d) kondisi dinamis suasana kerja dan cara-cara bertingkah laku, dan (e) kondisi statis seperti aturan-aturan dan pembatasan-pembatasan.
4.      Teknik Layanan Penempatan dan Penyaluran
Beberapa hal yang perlu dilakukan pembimbing atau konselor sebelum melaksanakan layanan penempatan dan penyaluran adalah: (a) mengkaji potensi dan kondisi diri subjek layanan (siswa), (b) mengkaji mkondisi lingkungan dari lingkungan yang paling dekat dan mengacu kepada permasalahan subjek layanan, (c) mengkaji kesesuaian antara potensi dan kondisi diri siswa dengan kondisi diri siswa dengan kondisi lingkungannya serta mengidentifikasi permasalahan yang secara dinamis berkembang pada diri siswa, (d) mengkaji kondisi dan prospek lingkungan lain yang mungkin ditempati, (e) menempatkan subjek ke lingkungan baru.[7]
Guna mengkaji potensi dan kondisi diri subjek seperti disebutkan di atas, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: pertama, studi dokumentasi terhadap hasil-hasil aplikasi instrumentasi dan himpunan data, kedua, observasi terhadap kondisi jasmaniah, kemampuan berkomunikasi, dan tingkah laku siswa, suasana hubungan sosioemosional siswa dengan siswa lainnya, dan kondisi fisik lingkungan. Ketiga, studi terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang diberlakukan. Keempat,studi kondisi lingkungan yang prospektif dan kondisi bagi perkembangan siswa. Kelima, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait.
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Penempatan dan Penyaluran
Beberapa kegiatan pendukung layanan penempatan dan penyaluran adalah: pertama, aplikasi instrumen dan himpunan data yang berguna untuk: (a) menetapkan subjek sasaran layanan, dan (b) memperkaya bahan kajian terhadap potensi dan kondisi diri subjek beserta lingkungannya. Kedua,konferensi kasus. Ketiga, kunjungan rumah, dan keempat, alih tangan kasus.[8]
6.      Pelaksanaan Layanan Penempatan dan Penyaluran
Prosedur dan langkah-langkah layanan penempatan dan penyaluran aalah sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup: meliputi indentifikasi kondisi yang menunjukan adanya permasalahan pada diri siswa tertentu, (b) menetapkan siswa yang akan menjadi sasaran layanan, (c) menyiapkan prosedur, langkah-langkah dan perangkat serta fasilitas layanan, dan (d) menyiapkan perlengkapan administrasi.
Kedua,  pelaksanaan yang mencakup: yaitu, melakukan analisis terhdap berbagai kondisi yang terkait dengan permasalahan siswa sesuai prosedur dan langkah-langkah yang telah ditetapkan.
Ketiga,  evaluasi yang mencakup: yaitu,  menetapkan materi evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen evaluasi, dan mengolah hasil aplikasi instrumentasi.
Keempat, analisis hasil evaluasi yang mencakup: yaitu, menetapkan standar evaluasi, melakukan analisis, dan menafsirkan hasil analisis.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup: yaitu, mengidentifikasi masalah yang perlu ditindaklanjuti, menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada siswa dan kepada pihak-pihak lain yang terkait apabila diperluka, dan melaksanakan rencana tindak lanjut.
Keenam, laporan yang mencakup: yaitu, menyusun laporan layanan penempatan dan penyaluran, menyampaikan laporan kepada pihak terkait (kepala sekolah atau madarsah) sebagai penanggung jawab utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah, dan mendokumentasikan laporan.
C.    Layanan Penguasaan Konten
1.      Makna Layanan Penguasaan Konten
Menurut Priyatno (2004) layanan penguasaan konten merupakan suatu layanan bantuan kepada individu (siswa) baik sendiri maupun dalam kelompok untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.
Kemampuan atau kompetensi yang dipelajari merupakan satu unit konten yang di dalamnya terkandung fakta dan data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap dan tindakan. Dengan penguasaan konten, individu (siswa) diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya. Oleh sebab itu, layanan konten juga bermakna suatu bantuan kepada individu (siswa) agar menguasai aspek-aspek konten tersebut di atas secara terintegrasi.[9]
2.      Tujuan Layanan konten
Di dalam makna diatas, secara implisit telah ditegaskan tujuan layanan konten, yaitu agar siswa menguasai aspek-aspek konten (kemampuan atau kompetensi) tertentu secara terintegrasi. Dengan penguasaan konten (kemampuan atau kompetensi) oleh siswa, akan berguna untuk menambah wawasan dan pemhaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara tertentu, dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah-masalahnya.
3.      Isi Layanan Konten
Konten yang merupakan isi layanan ini dapat merupakan satu unit materi yang menjadi pokok bahasan atau materi latihan yang dikembangkan oleh pembimbing atau konselor dan diikuti oleh sejumlah siswa. Isi layanan konten meliputi: pengembangan kehidupn pribadi, pengembangan kemampuan berhubungan sosial, pengembangan kegiatan belajar, pengembangan dan perencanaan karier, pengembangan kehidupan berkeluarga, dan pengembangan kehidupan beragama.
4.      Teknik Layanan Pengusaan Konten
Layanan penguasaan konten umumnya diselenggarakan secara langsung (bersifat detektif) dan tatap muka melalui format klasikal, kelompok, atau individual. Pembimbing atau konselor secara aktif menyajikan bahan, memberi contoh, merangsang (memotivasi), mendorong atau menggerakkan siswa untuk partisipasi secara aktif mengikuti materi dan kegiatan layanan.[10]
Selain itu, pembimbing (konselor) pun harus menguasai konten dengan berbagai aspeknya yang menjadi isi layanan. Penguasaan konten oleh pembimbing (konselor) akan mempengaruhi kewibawaannya di hadapan peserta layanan (siswa). Daya improvisasi pembimbing (konselor) amat sangat diperlukan dalam membangun konten yang dinamis dan kaya. Setelah konten dikuasai, pembimbing (konselor) selanjutnya mengimplementasikan dalam kegiatan layanan penguasaan konten melalui teknik-teknik sbagai berikut: pertama, penyajian materi pokok konten setelah siswa disiapkan sebagaimana mestinya. Kedua, tanya jawab dan diskusi. Konselor harus bisa mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif guna meningkatkan wawasan dan pemahamannya berkenaan dengan konten tertentu yang menjadi isi layanan. Ketiga, melakukan kegitan lanjutan, misalnya melalui diskusi kelompok, penugasan, dan latihan terbatas, survei lapangan atau studi kepustakaan, percobaan (termasuk kegitan laboratorium, bengkel, dan studio), latihan tindakan (dalam rangka pengubahan tingkah laku).
5.      Kegiatan Pendukung Layanan Penguasaan Konten
Beberapa kegiatan pendukung layanan penguasaan konten adalah pertama, aplikasi instrumentasi. Aplikasi instrumentasi dapat dijadikan pertimbnagan untuk menempatkan seorang siswa atau lebih sebagai peserta layanan penguasaan konten. Kedua, himpunan data. Sebagaimana aplikasi instrumentasi, himpunan data juga dapat dijadikan oleh pembimbing atau konselor untuk menetapkan seseorang guna mengikuti atau menjalani layanan penguasaan konten tertentu. Dan ketiga, konferensi kasus. Keempat,kunjungan rumah, dan kelima, alih tangan kasus.
6.      Pelaksanaan Layanan Pengusaan Konten
Sebagaimana layanan yang lain, pelaksanaan layanan pengusaan konten juga melalui tahap-tahap sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup: menetapkan sujek siswa yang akan dilayani, menetapkan dan menyiapkan konten yang akan dipelajari secara rinci, menetapkan proses dan langkah-langkah layanan, menetapkan dan menyiapkan fasilitas layanan, termasuk media dengan perangkat keras dan lunaknya, dan menyiapkan kelengkapan administrasi. 
Kedua, pelaksanaan yang mencakup. Meliputi: melaksanakan kegiatan layanan melalui pengorganisasian proses pembelajaran pengusaan konten.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: meliputi, menetapkan amateri evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen evaluasi, mengaplikasikan instrumen evaluasi, dan mengolah hasil aplikasi instrumen.
Kelima, analisis hasil evaluasi, yang mencakup: menetapkan standar evaluasi, melakukan analisis, dan menafsirkan hasil evalusi.
Keenam, tindak lanjut yang mencakup: menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada siswa dan pihak-pihak lain yang terkait, dan melaksanakan rencana tindak lanjut.[11]
Ketujuh, laporan yang mencakup: menyusun laporan pelaksanaan layanan penguasaan konten, menyampaikan laporan kepada pihak-pihak terkait (khususnya kepala sekolah atau madrasah) sebagai penaggung jawab utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah, dan mendokumentasikan laporan layanan.

D.    Layanan Konseling Perorangan
1.      Makna Layanan Konseling Perorangan
Layanan konselng perorangan bermakna layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang pembimbing  (konselor) terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien (Prayitno, 2004). Konseling perorangan berlangsung dalam suasana komunikasi atau tatap muka secara langsung antara konselor dengan klien (siswa) yang membahas berbagai masalah yang dialami klien. Pembahasan masalah dalam konseling perorangan bersifat holistik dan mendalam serta menyentuh hal-hal penting tentang diri klien (sangat mungkin menyentuh rahasia pribadi klien), tetapi juga bersifat spesifik menuju ke arah pemecahan masalah.[1]
Pada bagian-bagian terdahulu konseling telah banyak disebut. Pada bagian ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubingan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya, sedapat-dapatnya denan kekuatan klien sendiri. Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa konseling merupakan “jantung hatinya” pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Hal itu berarti agaknya bahwa apabila layanan konseling telah memberikan jasanya, maka maslaah klien akan teratasi secara efektif dan upaya-upaya bimbingan lainnya tinggal mengikuti atau berperan sebagai pendamping. Atau dengan kata lain, konseling merupakan layanan inti yang pelaksanaannya menuntut persyaratan dan mutu usaha yang benar-benar tinggi. Ibarat seorang jejaka yang menaksir seorang gadis, apabila jejaka itu telah mampu memikat “jantung hati” gadis itu, maka segala urusan dan kehendak akan dapat diselenggarakan dan dicapai dengan lancar.[2]
Materi yang dapat diangkat melalui layanan konseling perorangan ini ada berbagai macam, yang pada dasarnya tidak terbatas. Layanan ini dilaksanakan untuk seluruh masalah siswa secara perorangan (dalam berbagai bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadii, awal, belajar dan karier).[3]
Setiap siswa secara perorangan dapat membawa masalah yang dialaminya kepada Guru Pembimbing atau Guru Kelas di SD. Lebih lanjut Guru Pembimbing atau Guru Kelas akan melayani semua siswa dengan berbagai permasalahan itu seorang demi seorang, tanpa membedakan pribadi siswa atau permasalahan yag dihadapinya.[4]
Melalui konseling perorangan, klien akan memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya, serta kemungkinan upaya untuk mengatasi masalahnya.[5]
2.      Tujuan Layanan Konseling Perorangan
Tujuan layanan konseling perrangan adalah agar klien memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga klien mampu mengatasinya. Dengan perkataan lain, konseling perorangan bertujuan untuk mengentaskan masalah yang dialami klien.[6]
Melalui konseling klien mengharapkan agar masalah yang dideritanya dapat dientaskan. Langkah-langkah umum upaya pengentasan masalah melalui konseling pada dasarnya adalah [7]:
a.       Pemahaman masalah
b.      Analisis sebab-sebab timbulnya masalah
c.       Aplikasi metode khusus
d.      Evaluasi
e.       Tindak lanjut
Secara lebih khusus , tujuan layanan konseling perorangan adalah merujuk kepada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling. Pertama, merujuk kepada fungsi pemahaman  maka tujuan layanan konseling adalah agar klien memahami seluk beluk yang dialami secara mendalam dan komprehensif, positif, dan dinamis. Kedua, merujuk kepada fungsi pengentasan, maka layanan konseling perorangan bertujuan untuk mengentaskan klien dari masalah yang dihadapinya. Ketiga, dilihat dari fungsi pengembangan dan pemeliharaan, tujuan layanan konseling perorangan adalah untuk mengembangkan potensi-potensi individu dan memlihara unsur-unsur positif yang ada pada diri klien. Dan seterusnya sesuai dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling di atas.[8]
3.      Isi Layanan Konseling Perorangan
Masalah-maslaah yang bisa dijadikan isi layanan konseling perorangan mencakup:
a.       Masalah-masalah yang berkenaan dengan bidang pengembangan pribadi
b.      Bidang pengembangan sosial
c.       Bidang pengembangan pendidikan atau kegiatan belajar
d.      Bidang pengembangan karier
e.       Bidang pengembangan kehidupan keluarga
f.       Bidang pengembangan kehidupan beragama
Semua bidang-bidang di atas bisa dijabarkan ke dalam bidang-bidang yag lebih spesifik untuk dijadikan isi layanan konseling perorangan. Dengan perkataan lain, pembahasan masalah dalam konseling perorangan bersifat meluas meliputi berbagai sisi yang menyangkut masalahh klien (siswa), namun juga bersifat spesifik menuju ke arah pengentasan masalah. Misalnya masalah yang berkenaan dengan bidag pengembangan pendidikan atau kegiatan belajar, bisa menyangkut tentang kesulitan belajar, sikap dan perilaku belajar, prestasi rendah, dan lain sebagainya.[9]
4.      Pelaksanaan Layanan Konseling Perorangan
Seperti halnya layanan-layanan yang lain, pelaksanaan layanan konseling perorangan, juga menempuh beberapa tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil ,tindak lanjut dan laporan
Pertama, perencanaan yang meliputi kegiatan: a. Mengidetifikasi klien, b. Mengatur waktu pertemuan, c. Mempersiapkan tempat dan perangkat teknis penyelenggaraan layanan, d. Menetapkan fasilitas layanan, e. Menyiapkan kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan yang meliputi kegiatan: a. Menerima klien, b. Menyelenggarakan penstruktruran, c. Membahsas masalah klien dengan menggunakan teknik-teknik, d. Mendorong pengentasan masala klien (bisa digunakan teknik-teknik khusus), e. Memantapkan komitmen klien dalam pengentasan masalahnya, f. Melakukan penilaian segera,
Ketiga, melakukan evaluasi jangka pendek, Keempat, menganalisis hasil evaluasi (menafsirkan hasil konseling perorangan yang telah dilaksanakan).
Kelima, tindak lanjut yang meliputi kegiatan : a. Menetapkan jenis arah tindak lanjut, b. Mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak-pihak terkait, dan c. Melaksanakan rencana tindak lanjut.
Keenam, laporan yang meliputi kegiatan: a. Menyusun laporan layanan konseling perorangan, b. Menyampaikan laporan kepada kepala sekolah atau madrasah dan pihak lain terkait, dan c. Mendokumentasikan laporan.[10]
E.     Layanan Bimbingan Kelompok
1.      Makna Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sema melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan baru nara sumber tertentu (terutama dari Guru Pembimbing) dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/ atau tindakan tertentu.[11]
Gazda (1978) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Gazda juga menyebutkan bahwa bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Telah lama dikenal bahwa berbagai informasi berkenaan dengan orientasi siswa baru, pindah program dan peta sosiometri siswa serta bagaimana mengembangkan hubungan antarsiswa dapat disampaikan dan dibahas dalam bimbingan kelompok (Mc Daniel, 1956). Dengan demikian jelas bahwa kegiatan dalam bimbingan kelompok ialah pemberian informasi untuuk keperluan tertentu bagi para anggota kelompok.[12]
Dalam layanan bimbingan kelompok harus dipimpin oleh pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik pelayanan bimbingan dan konseling. Tugas utama pemimpin kelompok adalah: pertama, membentuk kelompok sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok,yaitu: a. Terjadinya hubungan anggota kelompok menuju keakraban di antara mereka, b. Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok dalam suasana kebersamaan, c. Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok, d. Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga mereka masing-masing mampu berbicara, e. Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok berusaha dan mampu tampil beda dari kelompok lain. Kedua, memimpin kelompok yang bernuansa layanan konseling melalui bahasa konseling penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok tentang apa, mengapa, dan bagaimana layananan konseling kelompok dilaksanakan. Keempat, memberikan pentahapan kegiatan konseling kelompok. Kelima, memberikan penilaian segera hasil layanan konseling kelompok. Keenam, melakukan tindakan lanjut.[13]
2.      Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok
Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih khusus, layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baikk verbal maupun nonverbal para siswa.[14]
3.      Isi Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok membahas materi atau topik-topik umum baik topik tugas maupun topik bebas. Yang dimaksud topik tugas adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh pembimbing (pimpinan kelompok) kepada kelompok untuk dibahas. Sedangkan topik bebas adalah suatu topik atau pokok bahasan yang dikemukakan secara bebas oleh anggota kelompok. Secara bergiliran anggota kelompok mengemukakan topik secara bebas, selanjutnya dipilih mana yang akan dibahas terlebih dahulu dan seterusnya.
Topik - topik yang dibahas dalam layanan bimbingan kelompok baik topik bebas maupun topik maupun tugas dapat mencakup bidag-bidang pengembangan kepribadian, hubungan sosial, pendidikan, karier, kehidupan berkeluarga, kehidupan beragama, dan lain sebagainya. Topik pembahasan bidang-bidang di atas dapat diperluas ke dalam sub-sub bidang yang relevan. Misalnya pengembangan bidang pendidikan dpaat mencakup masalah cara belajar, kesulitan belajar, gagal ujian, dan lain sebagainya.[15]
4.      Pelayanan Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok menempuh tahap-tahap kegiatan sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup kegiatan: a. Mengidentifikasi topik yang akan dibahas dalam layanan bimbingan kelompok, b. Membentuk kelompok. Kelompok yang terlalu kecil (misalnya hanya 2-3 orang saja) tidak efektif untuk layanan bimbingan kelompok karena kedalaman dan variasi pembahasan menjadi berkurang dan dampak layanan juga menjadi terbatas. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar pun tidak efektif, karena akan mengurangi tingkat partisipasi aktif individual dalam kelompok.  Kelompok juga kurang efektif apabila jumlah anggotanya melebihi 10 orang. Kelompok yang ideal jumlah anggota antara 8-10 orang, c. Menyusun jadwal kegiatan, d. Menetapkan prosedur layanan, e. Menetapkan fasilitas layanan, f. Menyiapkan kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan : a. Mengomunikasikan rencana layanan bimbingan kelompok, b. Mengorganisasikan kegiatan layanan bimbingan kelompok, c. Menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok melalui tahap-tahap: 1. Pembentukan 2. Peralihan 3. Kegiatan 4. Pengakhiran.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: a. Menetapkan materi evaluasi (apa yang akan dievaluasi), b. Menetapkan prosedur dan standar evaluasi, c. Menyusun instrumen evaluasi, d. Mengoptimalkan instrumen evaluasi, d. Mengolah hasil apliksi instrumen.
Keempat, analisi hasil evaluasi yang mencakup kegiatan: a. Menetapkan norma atau standar analisis, b. Melakukan analisis dan c. Menafsirkan hasil analisis.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan: a. Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut b. Mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada kepala sekolah atau madrasah dan pihak-pihak lain yang terkait, c. Mendokumentasikan laporan layanan.[16]



[1] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2007), hal.163-164.
[2] Prayitno dan Erman Amti, op cit. Hal. 288-289
[3] Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 85
[4] Ibid
[5] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2007), hal. 164.
[6] Ibid
[7] Prayitno dan Erman Amti, op cit. Hal. 293
[8] Tohirin, op cit, hal. 164-165
[9] Ibid
[10] Ibid, hal.169-170
[11] Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 86
[12] Prayitno dab Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal.309-310
[13] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2007), hal. 170-171.
[14] Ibid, hal.172.
[15] Ibid, hal 172-173
[16] Ibid, 176-177



[1] Ibid., hal. 148
[2] Ibid., hal. 149
[3] Ibid., hal. 150
[4] Ibid., hal. 152
[5] Ibid., hal. 153
[6] Ibid., hal 154
[7] Ibid., hal. 155
[8] Ibid., hal. 156
[9] Ibid., hal. 158
[10] Ibid., hal 160
[11] Ibid., hal. 161




[1] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2007), hal.141-142.

[2] Ibid., hal. 143
[3] Ibid., hal. 144
[4] Ibid., hal. 145
[5] Ibid., hal. 146-147

Tidak ada komentar:

Posting Komentar